Main Article Content
Abstract
Sistem hukum waris di Indonesia terbagi menjadi tiga sistem yaitu sistem hukum waris barat yang bersumber pada burgerlijk wetboek (selanjutnya disebut “BW”), sistem hukum waris islam yang bersumber pada Al-Qur’an, hadits dan ’ijma, serta hukum waris adat. Hukum waris Burgerlijk Wetboek mengatur mengenai warisan seseorang yang dimungkinkan akan jatuh ke tangan negara dan dikuasai oleh negara. Keadaan Tidak Hadir dan Akibat Hukumnya Menurut Hukum Perdata Indonesia, dengan Kemajuan Teknologi akhir-akhir ini yang sangat pesat, khususnya dibidang telekomunikasi, tetap saja tidak mencegah terjadinya kasus-kasus dimana seseorang tidak diketahui keberadaannya atau di dalam hukum perdata disebut juga dengan Afwezigheid. Keadaan Tidak Hadir sering ditemui didalam dikehidupan sehari-hari, misalnya karena adanya kecelakaan, bencana alam, huru-hara, peperangan atau pemberontakan. Terlebih jika orang yang dinyatakan tak hadir tersebut tidak memberikan kuasa kepada orang lain guna mengurusi kepentingannya, untuk masalah ini maka undang-undang menujuk Balai Harta Peninggalan sebagai lembaga yang dapat berwenang mengurusi harta dari seseorang yang dinyatakan tidak hadir (Afwezigheid). Sedangkan akibat dari keadaan tidak hadir terhadap perkawinan dan harta peninggalan adalah perkawinan akan putus setelah 10 tahun sejak kepergian si afwezig dengan meminta izin dari pengadilan, dan untuk harta peninggalan orang tidak hadir tersebut maka undang-undang mengatur dengan cara sistematis yaitu dengan melalui tiga tahap tindakan penyelesaian yaitu tahap tindakan sementara, persangkaan barangkali meninggal dunia, dan tahap pewarisan secara difinitif.