Main Article Content
Abstract
Penulisan karya tulis ilmiah ini dilatarbelakangi oleh munculnya isu-isu negatif terkait penegakkan kode etik hakim dalam mewujudkan kekuasaan kehakiman yang bermartabat dan berintegritas. Isu-isu negatif itu antara lain terdapat fenomena tentang korupsi peradilan (judicial corruption) dalam bentuk berbagai perilaku tercela (permainan kotor) seperti penyuapan, transaksi perkara, calo perkara, makelar kasus (markus), pemerasan, jual beli putusan, dan sebagainya. Padahal untuk menegakkan supremasi hukum adalah dengan menegakkan etika, profesionalisme serta disiplin terutama oleh profesi hakim.
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap permasalahan yang dibahas. Jenis penelitian dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah kepustakaan (library research) yang menggunakan bahan hukum primer yaitu Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman , Surat Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 047/KMA/SKB/IV/2009 -02/SKB/P.KY/IV/2009 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, serta Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor : 02/PB/MA/IX/2012- 02/PB/P.KY/09/2012 Tentang Panduan Penegakan Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim. Adapun bahan hukum sekunder berupa jurnal hukum, buku-buku, artikel hukum ilmiah yang terkait dengan rumusan permasalahan penelitian. Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif yaitu memberikan gambaran bagaimana implementasi peraturan perundang-undangan tentang kode etik hakim untuk mewujudkan hakim yang bermartabat dan berintegritas. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) pendekatan sejarah (historical approach), pendekatan kasus (case approach). Pendekatan perundang-undangan terkait dengan upaya untuk mewujudkan hakim yang bermartabat dan berintegritas Pendekatan sejarah digunakan untuk mencari perkembangan kekuasaan kehakiman di Indonesia sedangkan pendekatan kasus digunakan untuk mengetahui berbagai macam kasus mengenai tindakan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh hakim terutama yang telah mendapatkan sanksi Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY). Teknik pengumpulan data yang digunakan dengan menelusuri peraturan perundang-undangan dan literature yang relevan dengan rumusan masalah. Sedangkan analisis data yang digunakan adalah kualitatif yaitu menganalisis implementasi peraturan perundang-undangan tentang kode etik hakim dikaitkan dengan rumusan masalah.
Perilaku seorang hakim yang bertentangan dengan kode etik , tidak terlepas dari faktor budaya hukum dan sistem nilai yang dianut. Sistem nilai yang bersemayam di alam kejiwaan atau mentalitas hakim sangat menentukan perilaku etik hakim dalam menangani perkara. Dari tahun 2009 sampai tahun 2014 telah dilaksanakan sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang menyebabkan 37 orang hakim menerima sanksi. Diketahui trend kasus pelanggaran Kode Etik Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) yang ditangani dalam sidang MKH pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2012, mayoritas merupakan kasus penyuapan. Namun mulai tahun 2013 dan tahun 2014 trend kasus pelanggaran KEPPH bergeser dimana mayoritas merupakan kasus perselingkuhan. Hal ini menunjukkan terjadinya pergeseran pilihan nilai-nilai oleh hakim yakni dari nilai-nilai ideal atau objektif hukum ke nilai-nilai pragmatik atau subjektif yang dipentingkan diutamakan oleh hakim dalam penanganan perkara tertentu. Artinya penanganan suatu perkara dapat menjadi sumber komoditi untuk mendapatkan keuntungan pribadi, baik politik maupun ekonomi.
Kendala yang dihadapi hakim dalam penegakkan kode etik hakim di pengadilan dapat dibedakan dalam kendala internal dan kendala eksternal. Kendala Internal berdasarkan hasil temuan yang diadakan adalah terdiri dari pengangkatan hakim, pendidikan hakim, penguasaan terhadap ilmu pengetahuan, moral hakim, dan kesejahteraan hakim. Sementara kendala eksternal meliputi kemandirian kekuasaan kehakiman, pembentukan hukum oleh hakim (penemuan hukum), sistem peradilan yang berlaku, partisipasi masyarakat, dan sistem pengawasan hakim.
Beberapa konsep yang perlu diwujudkan dalam mengatasi kendala internal antara lain adalah Pengangkatan/ rekrutmen yang benar-benar mempunyai kualitas tidak didasarkan pada kolusi, korupsi, dan nepotisme; hakim harus mempunyai kemampuan profesional serta moral dan integritas tinggi; penguasaan hakim terhadap ilmu hukum; melakukan pendidikan dan pelatihan hakim secara rutinitas; Kesejahteraan Hakim dan keluarganya harus lebih diperhatikan oleh pemerintah. Sementara upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala eksternal yaitu Adanya lembaga pengadilan yang independen, bebas, tidak memihak dan Penataan kembali struktur dan lembaga kekuasaan kehakiman yang ada; Penegakkan hukum dalam sistem peradilan yang berdasarkan prinsip berkeadilan; Pembentukan hukum oleh hakim bertujuan untuk mewujudkan keadilan bagi masyarakat (hukum progresif); Partisipasi publik dan system penagawasan hakim secara internal dan eksternal.